ATURAN ADAT MATRUNA NYOMAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP MAKRAMA DESA DI DESA TENGANAN PEGRINGSINGAN, KARANGASEM, BALI
Keywords:
Aturan Adat, Matruna Nyoman, Makrama Desa, ImplikasiAbstract
Desa Tenganan Pegringsingan merupakan tipe desa adat yang terletak di wilayah Desa Tenganan, Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali. Desa adat ini juga disebut Desa Bali Aga mewarisi aturan adat mengenai kewajiban bagi anak laki-laki untuk mengikuti ritual Matruna Nyoman. Ideologi apa yang melatarbelakangi ritual Matruna Nyoman dan bagaimana implikasinya terhadap makrama desa adalah menjadi rumusan masalah penelitian ini. Data yang terkumpul dengan menggunakan metode wawancara mendalam, observasi, dan studi kepustakaan dianalisis secara deskriptif-interpretatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa dalam aturan adat Matruna Nyoman diwajibkan bagi anak laki-laki yang berumur antara tujuh tahun sampai dengan dua belas tahun untuk mengikuti ritual Matruna Nyoman yang dipimpin oleh Mekel. Selama pelaksanaan ritual ini, truna nyoman tinggal di asrama. Pelaksanaan ritual ini sebagai proses transmisi budaya dari satu generasi ke generasi berikut. Anak laki-laki yang sudah pernah Matruna Nyoman memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas mengenai kehidupan, budaya, dan adat-istiadat. Mereka akan diterima menjadi anggota sekaa truna setelah mengikuti ritual Matruna Nyoman. Kemudian, setelah mereka melangsungkan pernikahan secara sah menurut agama dan adat setempat maka pasangan suami-istri ini akan berstatus krama desa inti (warga desa inti) di Desa Tenganan Pegringsingan dan akan menerima hak dan kewajibannya sebagaimana mestinya. Proses kehidupan setiap orang laki-laki yang sudah pernah mengikuti ritual Matruna Nyoman dan menjadi sekaa truna, serta melangsungkan pernikahan (berdasarkan adat pembatasan jodoh endogami) maka diasumsikan budaya Desa Tenganan Pegringsingan yang adiluhung tetap lestari.