KEGELISAHAN IDENTITAS LAKI-LAKI PADA SISTEM MATRILINEAL DALAM MENCARI EKSISTENSI DIRI: TEKS “PEMBURU DAN SRIGALA” KARYA A. A. NAVIS
Keywords:
identitas diri, eksistensi, relasi kuasa, ketimpangan, laki-laki, perempuanAbstract
Cerita mengenai laki-laki yang hidup dalam tataran sosial masyarakat Minangkabau matrilineal, sebagaimana yang ditampilkan AA. Navis dalam cerpen “Pemburu dan Srigala” (PdS), mengindikasikan kondisi eksistensi dan identitas diri yang rapuh. Petualangan (kehidupan di luar rumah) yang dilakoni laki-laki, dalam menyiasati dan mengukuhkan posisi dirinya telah menimbulkan problema tersendiri. ‘Posisi dan eksistensi laki-laki’ sebagaimana yang dikukuhkan adagium adat, “Padusi pahuni rumah, laki-laki pai marantau” (perempuan penghuni rumah, laki-laki pergi merantau) membuat adanya kemapanan posisi perempuan, sementara laki-laki harus berjuang mendapatkan eksistensi dalam wilayah perantauannya. Perjuangan laki-laki terkait proses demistifikasi budaya tentang posisi laki-laki itu telah menyebabkan terjadinya reproduksi kebenaran tersendiri. Untuk membongkar pola hubungan relasi kuasa antara laki-laki dan perempuan dan bagaimana kedua hubungan relasi kuasa tersebut mampu didamaikan, perlu dilakukan pengamatan yang cermat atas teks. Penelitian atas teks PdS agaknya mampu benar-benar memberikan pengetahuan baru terhadap penghakiman dalam arti keberpihakan pada ‘posisi’ keliru laki-laki yang berada dalam sistem matrilineal tersebut. Ketimpangan dan strategi penyiasatan tersebut kian mengukuhkan hegemoni dan empati pada laki-laki yang tertindas, namun menyadari tidak mudah untuk keluar dari stigma yang telah terbentuk. Mungkinkah keluhan laki-laki sebagai bentuk “emotional bail out” dari sebuah pengalaman subjektif laki-laki saja, atau ada konsep yang lebih mendalam lagi. Kajian teks PdS telah memperlihatkan proses perubahan posisi, usaha menghadirkan keseimbangan posisi, mendapatkan eksistensi dan identitas diri laki-laki dalam hegemoni kekuasaan itu. Posisi seimbang yang diperjuangkan bukan harus dilawan, melainkan dicarikan jalan agar keseimbangan eksistensi tetap hadir, berada di posisi tengah dalam relasi kuasa antara laki-laki dengan perempuan.